Masyarakat dan sesepuh adat di kaki Gunung Rinjani Lombok Timur memegang teguh adat meski perkembangan zaman sudah melampoi batas pemikiran manusia modern. Adat sebagai simbol dan tradisi untuk meminta sesuatu kemakmuran atau tola bala yakni berdoa menjauhkan penghuni suatu kampung dari segala macam penyakit dan bencana dari Samg Maha Pencipta.
Pagi itu langit mendung tanpa sinar matahari, bumi seakan menikmati turunya hujan disaat cuaca siang itu di Sembalun terasa sangat dingin. Sesekali kebisuan langit dipecah oleh suara gemuruh dan semilir angin pegunungan yang bertiup ke pemukiman penduduk
Siang itu hingga shalat zuhur, Senin(1/2). Para tetua adat, Desa Bilok Petung. Mengadakan ritual adat Nyentulak “Tolak Bala” untuk pulau Lombok, di petilasan Dewi Anjani Batu Bongkok Dusun Bilok, Desa Bilok Petung, Kecamatan Sembalun, Lombok Timur (Lotim).
Acara ritual adat tersebut, dihadiri oleh sekumlah petimggi NTB numai dari Sekda Provensi NTB, Drs HL Gita Ariadi, Ir Wahyudi Adi Siswoto, Dir Intelkam Polda NTB, Kombes Pol Ssutrisno, Wabup Lotim, H. Rumaksi, Kapolres Lotim, AKBP Tunggul Sinatrio, Krjati NTB, tokoh agama Hindu, tokoh agama Buda, Ketua Umum PASAKA, Forkopincam Sembalun, Laskar Gumilang Rinjani, Laskar Sasak dan tokoh masyarakat Desa setempat.
Prosesi kegiaan tetap mengacu prokes Covid-19 yang ketat
Sebelum acara puncak dilaksanakan, malam harinya terlebih dahulu diadakan ritual khusus oleh para tetua, pemangku adat Desa setempat.
“Para Pemglingsir sepiritual melakukan doa dengan cara meditasi dan tafakur. Acara itu tidak boleh diliput oleh media, karena tempatnya sangat sakral”, kata, H Purnipa, tokoh masyarakat adat Sembalun. Senin (1/2) kemarin.
Tujuan pokok dari ritual Nyentulak “Tolak Bala” tersebut adalah, supaya Covid-19 yang melanda Indonesia segera berahir. Dan bil khusus untuk Lombok, agar terhindar dari bencana alam maupun non alam yakni, gempa bumi, tanah longsor, banjir bandang dan segala musibah lainnya.
“Inti dari ritual tolak bala ini, semoga virus Corona ini segera berahir di Negara kita. Dan semoga tidak terjadi lagi bencana alam di Lombok seperti tahun sebelumnya”, jelas Purnipa.
“Jadi menurut agama sudah kita lakukan, begitu juga prosesi adat sudah kita adakan. Yang terpenting kita lakukan saat ini ikhtiar dan berdoa, selebihnya Allah SWT yang menentukan”, imbuhnya.
Dari penuturan peria ramah ini, tradisi ritual adat Nyentulak TOLAK Bala yang diselenggarakan berdasarkan ada bencana alam menimpa warga setempat. Sehingga tidak ditentukan waktu dan tahunnya, Tradisi ini, tuturnya, diperkirakan sejak para leluhur desa setempat sekitar 500 tahun silam. Nenek moyang mereka melaksanakan ritual ini untuk berdoa “Tolak Bala” agar tetap dijaga keselamtan dan terhindar dari segala bencana yang sudah terjadi maupun yang belum terjadi.
“Tradisi ini dilakukan di Dusun Bilok, disinilah (Petilasan Batu Bongkok-red) orangtua kami pertama kali mengadakan ritual dan berdoa”, ucapnya.
Purnipa, tahu persis bagaimana peristiwa ritual Tolak Bala. Itu sebabnya ia dipercaya oleh masyarakat setempat untuk menceritakan prosesinya. Yang jelas, teradisi ini diketahuinya sudah dilaksanakan turun temurun hingga sekarang.
“Saya tahu persis prosesinya, karena dulu saya sering dibawa oleh orang tua saya untuk ikut ritual adat seperti ini”, tuturnya.
Sementara itu, Rusdi S.Pd Kades Bilok Petung. Sangat bangga dan mengucapkan terimaksih kepda semua yang terlibat dalam menyukseskan acara ritual adat di Desanya. Termasuk kepada tamu undangan yang berkenan hadir pada saat itu.
“Alhamdulillah, acara yang kita lakukan berjalan lancar meski diselimuti cuaca mendung. Ini kan berkat kerja sama kita semua, dan terimakasih tamu undangan baik dari forkomda NTB dan forkopimda Lotim yang berkenan hadir diacara yang kami selenggarakan”, ucapnya.
Acara ritual Nyentulak Tolak Bala ini, bagian dari salah satu cara untuk melestarikan budaya dan memelihara situs bersejarah yang ditinggalkan oleh nenek moyang Desa setempat. Lebih dari itu agar para pemuda pemudi di Desa Bilok Petung adat istiadat yang hampir punah di era digital pada saat ini.
“Bukan hanya sekedar berdoa bersama, namun lebih dari itu. Supaya para pemuda atau genersai kita tau cara untuk melestarikan situs-situs budaya di Desa kami”, kata Rusdi.
“Semoga dengan acara doa bersama Nyentulak Tolak Bala ini, pandemi Covid-19 segera musnah dan diangakat oleh yang maha kuasa di muka bumi ini terutama di Indonesia. Dan wilayah Sembalun terhindar dari bencana alam, seperti gempa bumi dan tanah longsor”, pungkasnya. (Ros)