Mataram Sergapye–-Pernikahan sejenis yang sempat menggemparkan masyarakat Lombok menjadi atensi semua pihak termasuk pihak kejaksaan Tinggi NTB.
Waria bernama Supriadi yang dipanggil Mita dinikahi laki idamannya bernama Muhlis warga Kediri Lombok Barat beberapa waktu lalu.
Pernikahan sejenis ini berujung di kepolisian dan aparat menetapkan Mita sebagai tersangka dikenakan pasal penipuan setelah dilaporkan suaminya.
Pihak Kejakasaan Tinggi NTB turut prihatin dengan pengantin bermasalah ini. Sesuai tugas yang melekat pada lembaga Adayksa, pihak Kejaksaan Tinggi mengajukan permohonan pembatalan perkawinan sejenis tersebut ke Pengadilan Agama Giri Menang Kabupaten Lombok Barat.
Hal itu dibenarkann Kajati NTB Nanang Sigit Yulianto, kepada media Selasa 16 Juni lalu.
Surat permohonan pembatalan yang diajukan tersebut telah terdaftar dengan nomor registrasi 540/Pdt.G/2020/PA.GM.
“Permohonan pembatalan perkawinan tersebut kami ajukan Senin (15/6) kemarin ke Pengadilan Agama Giri Menang,” tandas Sigit Yulianto.Enurut Kejati, alasan pengajuan permohonan pembatalan karena tidak memenuhi persyaratan. pasalnya pernikahannya sesama jenis dan tidak sesuai syarat-syarat
syarat Undang-undang RI Nomor 1/1974 tentang perkawinan.
Alasan lain mengacu dengan pasal 26 Undang-undang nomor 1/1974 tentang perkawinan, dalam ayat satu disebutkan, perkawinan yang dilangsungkan di muka pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang, wali nikah yang tidak sah atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh dua orang saksi dapat dimintakan pembatalannya oleh para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau istri, jaksa dan suami atau istri.
Sementara pernikahan Muhlis dan Mita, si istri telah bebohong di depan wali hakim Mita mengaku ia hidup sebatang kara. Padahal dia masih memiliki orang tua.
Mengapa harus jaksa turun tangan yang harus mengajukan pembatalan pernikahan tersebut, Nanang mengatakan bahwa pihaknya berpedoman pada aturan yang ada.
Yang boleh mengajukan pembatalan perkawinan itu diantaranya adalah keluarga, suami, istri dan jaksa.
” Sesuai yang telah diatur dalam pasal 30 (Undang-Undang RI Nomor 16/2004 tentang Kejaksaan RI), instrumennya nanti dari jaksa pengacara negara,” ucapnya seraya mengatakan tinggal menunggu jadwal persidangan.(red)