MATARAM—Kalangan pemuda dan pelajar rentan terpapar radikalisme, intoleran dan terorisme. Karena itu perlu disiapkan pelajar dan gerasi muda yang tangguh untuk membentengi masuknya paham radikalisme dan terorisme yang bisa mengancam keutuhan NKRI
Hal itu mengemuka dalam diskusi, workshop dan Lomba Video Pendek Kreatif Indonesia Tangguh yang digelar Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) NTB bekerjasama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Diskusi yang digelar secara daring dan luring diikuti pelajar, mahasiswa dan guru Pembina dari Provinsi NTB dan daerah lain di Mataram pada Senin kemarin (23/8).
Pada saat daring maupun luring, peserta diskusi cukup antusias mengikuti pemaparan dari para nara sumber. Mereka menanyakan beberapa persoalan tentang radikalisme serta upaya yang dilakukan pemerintah untuk mencegah radikalisme di sekolah dan kampus mereka.
Tampil sebagai nara sumber Dr Drs H Muhtadi Hairi MPd, Kabid Pengembangan Daya Saing dan Kepemudaan Dikpora NTB; Maira Himadhani ST MSc, PLT Kabid Partisipasi Masyarakat BNPT dan Swastika Nohara, SPSi MA, akademisi dan praktisi film.
Inspektur BNPT, Catur Iman Pratignyo SE, dalam sambutannya mengingatkan generasi muda untuk waspada terhadap aksi dan rekrutmen kelompok radikal. Para pelajar harus menyadari semua paham yang mengarah pada pengingkaran terhadap Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia harus ditolak. Segala bentuk narasi, tulisan dan ajakan secara langsung maupun melalui media sosial yang mengarah pada radikalisme hendaknya dilaporkan kepada pihak sekolah aparat berwajib.
Sementara itu Ketua FKPT NTB, Dr Drs H Lalu Syafi’i MM pada kesempatan yang sama mengatakan bahwa secara umum wilayah NTB relatif kondusif dan aman. Namun idiologi radikal dan terorisme masih menjadi ancaman nyata terhadap situasi Kamtibmas NTB. Keadaan ini ditandai penyebaran luasan paham radikal-terorisme yang cukup tinggi, serta terus berlangsungnya latihan dan proses indoktrinisasi paham radikal oleh beberapa Ormas radikal yang berafiliasi dengan ISIS dan Al Qaida.
Dikatakan Syafi’i, gerakan nati Pancasila di wialayah NTB perlu diantisipasi, meskipun organisasi dan anti Pancasila di wilayah NTB saat ini sudah dibubarkan berdasarkan UU Ormas. Namun ditengarai kelompok tersebut masih terus berkembang dengan menggunakan organisasi lain dan kerap ikut terlibat dalam aksi unjuk kekerasan yang membawa isu terkait Palestina dan Etnis Rohingya Myanmar.
Kemudian Syafi’I mengungkapkan hasil pantauan kelompok masyarakat yang beridiologi garis keras (Igaras) di NTB yaitu, Kabupaten/kota Bima ada Jamaah Ansharud Daulah (JAD), Jamaah Ansharud Syariyah (JAS), Hisbut Tahir Indonesia (HTI) dan Forum Umat Islam (FUI). ‘’Kelompok Igaras di Bima tidak mau mematuhi protokol kesehatan covid 19. Mereka tidak percaya Corona,yang dipercaya hanya Allah,’’ katanya.
Bahkan menurut Syafi’I, Forum Umat Islam (FUI) Bima sedang melakukan dekalrasi penolaka RUU HIP. Terdeteksi pula kelompok JAS/JAT Bima tergabung dalam FUI Bima menolak pemilihankepala daerah (Pilkada) Kabupaten Bima yang diselenggarakan pada tahun 2020 lalu. Mereka ini tidak mendukung program pemerintah, karena pemerintah dengan segala perangkatnya mereka anggap sebagai thogut.
Selain itu, juga muncul kelompok garis keras Khilafatul Muslimin di Sumbawa Barat yang mempunyai anggota 3000 orang, mereka tidak mengakui Pancasila, ingin membangun negara khilafah dan mereka tidak mau memakai masker. Ini berbeda dengan kelompok garis keras Majelis Mujahidin Inodnesia (MMI) di Ponpes Darusy Sifa dan Ponpes Ibnu Mas’ud yang masih mau mematuhi protokol Covid 19.
Dalam pandangan Syafi’i, perlu dilakukan langkah ekstraordinary yang melibatkan semua pemangku kepentingan seperti optimalisasi kegiatan deradikalisasi melalui media elektronik dan media massa serta ruang pubik lainnya seperti seminar, tablig akbar, penyebaran buletin dan pamasan spanduk. Selain itu perlu memantapkan koordinasi dan sinergisitas semua unsur mulai TNI, Polri, Kominda, SKPD, Dikpora dan lainnya dalam penanggulangan radikalisme.
Sementara itu Dr Drs H Muhtadi Hairi saat didaulat menyampaikan pandangannya mengatakan, pemuda sering dijadikan target utama paham radikal karena mudah untuk dihasut. Tetapi dibalik itu pemuda juga mempunyai peran penting dan potensial untuk memberantas paham radikalisme dan terorisme.
‘’Pemuda Indonesia sebagai generasi muda bangsa dituntut untuk mempu menciptakan suasana yang nyaman, aman dan kondusif di tengah perbedaan yang muncul dalam kehidupan berbangsa dan bernegara . Bangsa ini membutuhkan peran pemuda sebagai pemersatu keberagaman yang hadir di Indonesia,’’ tandasnya.
Ia mengatakan, pemuda mempunyai peran untuk mencegah radikalisasi dengan cara melakukan kerjasama dengan teanga pendidikan formal dalam memberikan informasi mengenai nilai-nilai agama yang benar. ‘’Tidak hanya memberikan informasi, para pemuda juga harus berperan dalamam penanaman nilai agama yang benar dalam jiwa para anak bangsa,’’sebutnya.
Dijelaskannya, ada beberapa cara dilakukan organisasi kepemudaan dalam mencegah aksi terorisme yaitu menggunakan media sosial dengan bijak, melawan kebencian denga kebakan, terlibat dalam gerakan kampanye perdamaian, mempelajari pengetahuan agama secara kritis dan pro aktif, serta melaporkan tindak tanduk yang mencurigakan kepada pihak berwajib.
Selain itu ia juga memberikan tips mencegah radikalisme dan terorisme di lingkungan sekolah. Menurut langkah yang bisa dilakukan adalah para guru harus mentransformasikan dirinya sebagai pendidik yang benar-benar mendidik. Guru harus meningkatkan kompetensi dalam mengajar, terutama yang menarik, kreatif, kritis dan berpusat pada siswa.
‘’Kepala sekolah harus berperan penting dalam melakukan pembinaan kepada guru yang sudah terindikasi menganut paham radikalisme. Kepala sekolah harus ketat dan tegas dalam memberikan perizinan kegiatan siswa.Jika mengundang alumni atau pihak luar, kepala sekolah harus sudah tahu profil dan latar belakang pihak pihak tersebut,’’ paparnya.
Sedangkan Maira Himadhani memaparkan, kalangan pemuda dan pelajar yang rentan terhadap radikalisme perlu mendapat penanganan yang serius yang melibatkan semua elemen masyarakat. Kelompok renta punya pemahaman sedikit tentang masalah keagamaan dan hak-hak politik. ‘’Kita berharap kelompok pemuda rentan dapat pengetahuan tentang persoalan yang ada,’’ tandasnya.
Ia menyebut anak dan pemuda yang rentan direkrut teroris adalah mereka yang jiwanya masih labih dan mencari identitas diri. Mereka ini membutuhkan rasa kebersamaan dan ingin mengubah kondisi dengan cepat. ‘’Mereka mencari sensasi dan kegagahan. Mereka yang menaruh simpati kelompok teroris melalui internet,’’ katanya.
Untuk mencegah radikalisme melalui narasi radikal, maka langkah yang bisa dilakukan melakukan pertahanan diri sendiri dan menyakini kekerasan adalah tindakan yang bertentangan dengan nilai ajaran agama dan norma apapun.Selain itu memperkuat nilai Pancasila dengan melakukan diskusi utuk memperkuat nilai-nilai kebangsaan dan melaporkan ke aparat berwajib bila menemukan hal-hal yang bertentangan dengan Pancasila.
Ia mengingatkan generasi muda untuk mewaspadai radikalisme dalam bungkus hoax dengan cara jangan mudah share tanpa saring informasi yang masuk padanya. Juga rajin memeriksa sumber informasi apakah informasi yang didapat apakah valid dan dapat dipercaya dengan verifikasi melalui search engine serta membandingkan konten di media massa.
Pada sesi workshop yang dipandu Swastika Nohara.praktisi perfileman juga diajarkan cara membuat video pendek sehingga bermanfaat. Nantinya hasil karya video pendek dengan hadial total 70 juta tersebut akan diunggah ke kanal sosial media youtube dan instagram, untuk kemudian dilombakan dengan karya lain sebagai upaya pelibatan pemuda dalam pencegahan radikalisme dan terorisme. (**)